Senin, 08 Juni 2009

METODE INKUIRI

METODE INKUIRI
Metode inkuiri adalah metode yang sangat mirip dengan metode penemuan. Yang berbeda adalah pada metode inkuiri sesuatu yang baru dari hasil penemuan siswa bisa juga merupakan hal yang baru bagi guru. Selain itu pada metode inkuiri selain menjadi pembimbing, guru juga sebagai sumber informasi data yang diperlukan dalam membuat hipotesis. Faturraohman dan Sutikno (2007) menyatakan, inkuiri dilatarbelakangi oleh anggapan seorang pendidik bahwa siswa merupakan subjek dan objek yang telah memiliki ilmu pengetahuan. Dalam pendekatan ini guru berfungsi sebagai supervisor, fasilisator, mediator, dan komentator. Menurut Siroj (2006), metode pembelajaran dengan inkuiri terdiri dari empat tahap, yaitu :
1. Guru merangsang siswa dengan pertanyaan, masalah, permainan, teka-teki, dan lain-lain.
2. Sebagai jawaban atas rangsangan yang diterimanya, siswa menentukan prosedur mencari dan mengumpulkan informasi atau data yang diperlukannya untuk memecahkan pertanyaan atau masalah. Siswa bekerja sendiri-sendiri atau berkelompok.
3. Siswa menghayati tentang pengetahuan yang diperolehnya dengan inkuiri yang baru dilaksanakan.
4. Siswa menganalisis metode inkuiri dan prosedur yang ditemukan untuk dijadikan metode umum yang dapat diterapkannya ke situasi lain.
Sedangkan menurut Faturrohman dan Sutikno (2007), secara garis besar prosedur metode inkuiri adalah :
1. Simulation. Guru mulai bertanya dengan mengajukan persoalan, atau menyuruh anak didik membaca atau mendengarkan uraian yang memuat permasalahan.
2. Problem statement. Anak didik diberi kesempatan mengidentifikasi berbagai permasalahan. Sebagian besar memilihnya yang dipandang paling menarik dan fleksibel untuk dipecahkan. Permasalahan yang dipilih itu selanjutnya harus dirumuskan dalam bentuk pertanyaan, atau hipotesis, yakni pertanyaan sebagai jawaban sementara atas pertanyaan yang diajukan.
3. Data collection. Untuk menjawab pertanyaan atau membuktikan benar tidaknya hipotesis ini, anak didik diberi kesempatan untuk mengumpulkan berbagai informasi yang relevan, membaca literatur, mengamati objek, wawancara dengan nara sumber,melakukan uji coba sendiri, dan sebagainya.
4. Data processing. Semua informasi hasil bacaan, wawancara, observasi, dan sebagainya, semua diolah, diacak,diklasifikasikan, ditabulasi, bahkan bila perlu dihitung dengan cara tertentu serta ditafsirkan pada tingkat kepercayaan tertentu.
5. Verfication, atau pembuktian. Berdasarkan hasil pengolahan dan tafsiran, atau informasi yang ada, pertanyaan atau hipotesis yang telah dirumuskan terdahulu itu kemudian dicek apakah terjawab atau tidak, atau apakah terbukti atau tidak.
6. Generalization. Berdasarkan hasil verifikasi tadi, anak didik belajar menarik kesimpulan.
Namun metode inkuiri memiliki kelemahan, yaitu memakan waktu yang cukup banyak, dan kalau kurang terpimpin atau kurang terarah dapat menjurus kepada kekacauan dan kekaburan atas materi yang dipelajari.
Langkah-langkah dalam proses inkuiri :
1. Pemberian masalah kepada siswa
2. Hipotesis (spesifikasi permasalahan)
3. Pengumpulan data
4. Pengolahan data untuk menjawab hipotesis yang dibuat
5. Pembuatan kesimpulan

METODE PENEMUAN

Pada metode penemuan, siswa diberi kesempatan untuk menemukan sendiri inti materi yang sedang dipelajari. Namun penemuan yang dimaksud bukan penemuan yang sebenarnya, sebab apa yang akan ditemukan itu sudah ditemukan oleh orang lain.
Di dalam merencanakan pembelajaran dengan penemuan perlu diperhatikan hal-hal berikut :
1. Pikirkan secara mantap, apa yang akan ditemukan siswa
2. Hasil (bentuk) akhir harus ditemukan sendiri oleh siswa
3. Pengetahuan prasyarat harus sudah dimiliki siswa
4. Guru hanya bertindak sebagai pengarah dan pembimbing saja, bukan sebagai pemberi informasi
Beberapa kelebihan metode penemuan, yaitu :
1. Siswa aktif dalam kegiatan belajar
2. Pengetahuan yang diperoleh lebih dipahami dan lebih lama diingat
3. Siswa mendapatkan kepuasan
4. Pengetahuan yang diperoleh lebih mudah ditransfer ke berbagai konteks
5. Melatih siswa untuk belajar mandiri
Beberapa kekurangan metode penemuan, yaitu :
1. Banyak menyita waktu
2. Tidak menjamin siswa tetap bersemangat untuk melakukan penemuan
3. Tidak semua guru mampu atau mau mengajar dengan metode penemuan
4. Tidak semua siswa mampu melakukan penemuan
5. Untuk kelas dengan jumlah siswa yang banyak, akan sangat merepotkan guru

PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH

Suatu persoalan atau tugas matematika akan merupakan masalah bagi siswa apabila memnuhi kondisi-kondisi :
1. Siswa belum memiliki prosedur tertentu untuk memcahkan persoalan tersebut
2. Siswa mampu memecahkannya, terlepas dari apakah pada akhirnya siswa sampai atau tidak pada jawaban yang benar
3. Siswa berkeinginan untuk memecahkan persoalan tersebut
Permasalahan dalam matematika dapat digolongkan dalam tiga kategori yaitu :
1. Masalah tertutup, memiliki satu jawaban benar dan satu cara untuk mendapatkannya
2. Masalah semi terbuka, memiliki satu jawaban yang benar tetapi ada banyak cara untuk mendapatkannya
3. Permasalahan terbuka, memiliki banyak jawaban yang benar dan ada banyak cara untuk mendapatkannya
Secara garis besar ada lima tahap kegiatan pembelajaran berbasis masalah, yaitu :
Tahap 1. Orientasi siswa kepada masalah
Tahap 2. Mengorganisasi siswa untuk memahami masalah
Tahap 3. Membimbing penyelidikan dan merencanakan penyelesaian
Tahap 4. Melaksanakan rencana penyelesaian dan mengecek kembali hasil penyelesaian
Tahap 5. Diskusi kelas untuk membahas hasil penyelesaian

PEMBELAJARAN BERBASIS KONTEKS (CTL)
Kata kontekstual (contextual) berasal dari kata context yang berarti ”hubungan, konteks, suasana dan keadaan (konteks)”. Sehingga Contextual teaching and Learning (CTL) dapat diartikan sebagai suatu pembelajaran yang berhubungan dengan suasana tertentu. Secara umum contextual mengandung arti : yang berkenan, relevan, ada hubungan atau kaitan langsung, mengikuti konteks; yang membawa maksud, makna, dan kepentingan.
Menurut Depdiknas (2003 : 5) ”Kontekstual (Contextual Teaching and Learning) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan perencanaan dalam kehidupan mereka sehari-hari”.
Pendekatan CTL diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalaminya. Dalam konteks itu, siswa perlu mengerti apa makna belajar, apa manfaatnya, dalam status apa mereka, dan bagaimana mencapainya. Mereka sadar bahwa yang mereka pelajari berguna bagi kehidupannya nanti. Dalam kelas kontekstual, guru berusaha membantu siswa mencapai tujuan. Maksudnya guru lebih bannyak berurusan dengan strategi daripada memberi informasi. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan sendiri ide-ide dan mengajak siswa agar dengan menyadari dan dengan sadar menggunakan strategi-strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru dapat memberi siswa tangga yang dapat membantu siswa mencapai tingkat pemahaman yang lebih tinggi, namun harus diupayakan agar siswa sendiri yang memanjat tangga tersebut (Depdiknas,2002 : 4).
CTL adalah suatu strategi pembelajaran yang menekankan pada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka.
1. Dari konsep diatas terdapat tiga hal yang harus kita pahami :CTL menekankan kepada proses keterlibatan siswa untuk menemukan materi, artinya proses belajar dioryentasikan pada proses pengalaman secara langsung.CTL mendorong agar siswa dapat menemukan hubungan antara materi yang dipelajari dengan situasi kehidupan nyara, artinya siswa dituntut untuk dapat menagkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata. Hal ini sangat penting, sebab dengan dapat mengorelasikan materi yang ditemukan dengan kehidupan nyata, bukan saja bagi siswa materi itu akan berfungsi secara fungsional, akan tetapi materi yang dipelajarinya akan tertanam erat dalam memori siswa, sihingga tidak akan mudah dilupakan.
2. CTL mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan, artinya CRL bukan hannya mengharapkan siswa dapat memahami materi yang dipelajarinya, akan tetapi bagaimana materi pelajaran itu dapat mewarnai perilakunya dalam kehidupan sehari-hari.
Sehubungan dengan hal itu, Terdapat beberapa karakteristik dalam proses pembelajaran yang menggunakan pendekatan CTL yakni :
1. Kerjasama
2. Saling menunjang
3. Menyenangkan, tidak membosankan
4. Belajar dengan bergairah
5. Pembelajaran terintegrasi
6. Menggunakan berbagai sumber
7. Siswa aktif
8. Sharing dengan teman
9. Siswa kritis guru kreatif
10. Dinding dan lorong-lorong penuh dengan hasil kerja siswa, peta-peta, gambar, artikel, humor dan lain-lain.
11. Laporan kepada orang tua bukan hanya rapor tetapi hasil karya siswa, laporan hasil praktikum, karangan siswa dan lain-lain.



Daftar Pustaka :
Faturrahman Pupuh dan Sutikno M. Sobry, Strategi Belajar Mengajar Melalui Konsep Umum dan Konsep Islam, Refika Aditama, Bandung,2007

Tidak ada komentar:

Posting Komentar