Minggu, 01 November 2009

open ended

PENERAPAN SOAL OPEN ENDED

MATA KULIAH ANALISIS EVALUASI DAN PENILAIAN

Dosen Pengampuh:

Prof. Dr. Zulkardi, M.I Komp., M.Sc

Oleh :

YENI RIANA SARI

NIM. 20082012018

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

TAHUN 2009/2010

LATAR BELAKANG

Tuntutan era global pada kegiatan pembelajaran matematika antara lain, adalah menumbuh kembangkan kemampuan pemecahan masalah, melatih berpikir dan bernalar dalam menarik kesimpulan, mengembangkan kreativitas yang melibatkan imajinasi, intuisi dan penemuan melalui pemikiran divergen, orisinal, membuat prediksi, dan mencoba-coba (trial and error), dengan harapan dapat membekali siswa dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Kemampuan tersebut diperlukan agar siswa dapat memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk menjalani kehidupan sehari-harinya. Sementara materi pelajaran yang tersedia dalam bentuk buku-buku teks, belum mendukung pencapaian tuntutan tersebut. Sayangnya, ilmu ini masih banyak dibelajarkan dengan metode drilling. Drilling matematika masih termasuk paradigma lama dan merupakan pengajaran matematika yang lebih mementingakan “transfer of knowledge”. Peran guru dalam kegiatan belajar mengajar adalah sebagai fasilitator dan motivator untuk mengoptimalkan belajar siswa. Guru dituntut dapat menciptakan suasana belajar yang kondusif, menyenangkan, serta membiasakan siswa aktif untuk menemukan pengetahuannya sendiri. Salah satu cara yang dapat digunakan agar siswa aktif untuk menemukan pengetahuannya sendiri adalah dengan memberikan soal-soal bertipe open ended. Selama ini siswa terbiasa dengan soal-soal tipe closed problem. Soal-soal tipe closed problem cenderung mempunyai satu jawaban dan satu cara atau strategi dalam penyelesaian soal, yang biasanya siswa diharuskan menghafal terlebih dahulu rumus-rumus yang berkaitan dengan soal tersebut.

Dengan Open-Ended problem, tujuan utamanya bukan untuk mendapatkan jawaban tetapi lebih menekankan pada cara bagaimana sampai pada suatu jawaban. Dengan demikian bukanlah hanya satu pendekatan atau metode dalam mendapatkan jawaban, namun beberapa atau banyak. Sifat “keterbukaan” dari suatu masalah dikatakan hilang apabila hanya ada satu cara dalam menjawab permasalahan yang diberikan atau hanya ada satu jawaban yang mungkin untuk masalah tersebut. Pendekatan Open-Ended menjanjikan kepada suatu kesempatan kepada siswa untuk meginvestigasi berbagai strategi dan cara yang diyakininya sesuai dengan kemampuan mengelaborasi permasalahan. Tujuannya tiada lain adalah agar kemampuan berpikir matematika siswa dapat berkembang secara maksimal dan pada saat yang sama kegiatan-kegiatan kreatif dari setiap siswa terkomunikasi melalui proses pembelajaran. Inilah yang menjadi pokok pikiran pembelajaran dengan Open-Ended, yaitu pembelajaran yang membangun kegiatan interaktif antara matematika dan siswa sehingga mengundang siswa untuk menjawab permasalahan melalui berbagai strategi. Dalam pembelajaran dengan pendekatan Open-Ended, siswa diharapkan bukan hanya mendapatkan jawaban tetapi lebih menekankan pada proses pencarian suatu jawaban.

Menurut Sawada (1997) dalam Al Jupri, setidaknya ada lima keuntungan yang dapat diharapkan dengan menerapkan open ended di sekolah:

1. Para siswa terlibat lebih aktif dalam proses pembelajaran dan mereka dapat mengungkapkan ide-ide mereka secara lebih sering. Para siswa tak hanya pasif menirukan cara yang dicontohkan gurunya.

2. Para siswa mempunyai kesempatan yang lebih dalam menggunakan pengetahuan dan keterampilan matematika mereka secara menyeluruh. Ya, mereka terlibat lebih aktif dalam menggunakan potensi pengetahuan dan keterampilan yang sudah dimiliki sebelumnya.

3. Setiap siswa dapat menjawab permasalahan dengan caranya sendiri. Ini artinya, tiap kreativitas siswa dapat terungkapkan.

4. Pembelajaran dengan menggunakan open-ended problems semacam ini memberikan pengalaman nyata bagi siswa dalam proses bernalar.

5. Ada banyak pengalaman-pengalaman (berharga) yang akan didapatkan siswa dalam bentuk kepuasan dalam proses penemuan jawaban dan juga mendapat pengakuan dari siswa-siswa lainnya.

Jupri. http://mathematicse.wordpress.com/2007/12/25/open-ended-problems-dalam-matematika/

LAPORAN

SOAL:

1. Setiap pagi riri harus menggunakan angkutan perahu untuk bisa sampai kesekolah. Untuk sekali menyebrang riri dikenakan ongkos Rp.2000. jika riri mempunyai uang Rp. 25.000. berapa hari riri bisa menggunakan uang itu untuk ongkos perahu?

2. Tiana dan Shana latihan berenang sejauh 1 mil, mereka mencoba untuk mendapatkan waktu terbaik dalam latihan mereka. Minggu pertama mereka mendapatkan waktu terbaik yang sama yaitu 70 menit. Untuk Tiana minggu kedua 66 menit, minggu ketiga 67 menit, minggu keempat 63 menit, minggu kelima 64 menit. Sedangkan untuk Shana, minggu kedua 69 menit, minggu ketiga 67 menit, minggu keempat 66 menit, minggu kelima 64 menit. Jika mereka latihan terus menerus selama 12 minggu, siapa yang mendapatkan waktu terbaik? Dan berapa waktunya?

3. "Perhatikan lima bilangan berikut: 15, 20,23, 25, dan 27. Salah satu dari bilangan tersebut tidak cocok untuk dikumpulkan dengan yang lain. Bilangan berapakah yang dimaksudkan?"

Minggu, 14 Juni 2009

MAKA GEUMURUHLAH MAKKAH DAN MADINAH

maka gemuruhlah makkah dan madinah
oleh lantunan takbir dan talbiyah,
ketika sunyi membungkam Roma dan Konstantinopel
dalam kekakuan dogma. maka hangatlah diskusi-diskusi di Bashrah dan Kufah,
saat Genoa dan Venesia dihantui inkuisisi,
maka bersinarlah perpustakaan Kairo,
ketika para dukun komat-kamit di kegelapan Lissabon,
maka gemerlaplah Baghdad oleh lantunan ayat di semarak malam,
ketika Paris gulita sejak senja dalam takhayul dan mitos.
maka gemericiklah air mancur Damaskus dalam kesucian thaharah,
ketika para 'bangsawan' di London
menganggap mandi adalah aktivitas berbahaya.
maka berdengunglah ayat-ayat Allah menjelang berbuka puasa
dengan sajian kurma, yoghurt, serta buah segar
di balkon-balkon pualam Cordoba dan Granada,
saat Kathedral di Wina dan Bern menutup makan malam
dengan puding darah babi.

(saksikan aku seorang muslim: SALIM A. FILLAH)

Senin, 08 Juni 2009

SILOGISME

BAB I
PENDAHULUAN

Menurut Sudarsono (2008), berpikir atau bernalar merupakan bentuk kegiatan akal/ratio manusia, dengan mana pengetahuan yang kita terima melalui panca indera diolah dan ditujukan untuk mencapai suatu kebenaran.
Aktivitas berpikir itu sendiri adalah berdialog dengan diri sendiri dalam batin manifestasinya ialah : mempertimbangkan, merenungkan, menganalisis, menunjukkan alasan-alasan, membuktikan sesuatu, menggolong-golongkan, membandingkan-bandingkan, menarik kesimpulan, meneliti suatu jalan pikiran, mencari kausalitasnya membahas secara realitas dan lain-lain.
Di dalam aktivitas berpikir itulah ditunjukkan dalam logika wawasan berpikir yang tepat atau ketepatan pemikiran/kebenaran berpikir yang sesuai dengan penggarisan logika yang disebut berpikir logis. Sedangkan yang bertentangan dengan penggarisan logika disebut tidak logis, yang bermuara kepada kesesatan pikiran yang menimbulkan kesesatan tindakan manusia.
Logika berasal dari kata logos dalam bahasa Yunani yang berarti kata atau pikiran. Secara bahasa logika berarti ilmu berkata atau ilmu berfikir benar. Kebenaran adalah syarat dari tindakan untuk mencapai tujuannya bagi laku perbuatan untuk menunjukkan nilai. Logika menuntun pandangan lurus dalam praktek berfikir menuju kebenaran dan menghindari menempuh jalan yang salah dalam berfikir. Logika merupakan studi salah satu pengungkapan kebenaran dan dipakai untuk membedakan argumen yang masuk akal, serta berbagai bentuk argumen. Dalam argumen sangat terkait dengan matematika.
Kita dapat membuat kesimpulan dikarenakan ada hubungan logis antara satu atau proposisi atau premis dengan proposisi yang lain. Kesimpulannya kurang lebih berbentuk bahwa yang kedua pasti benar jika yang pertama benar. Kemudian jika kita mengetahui yang pertama, kita dapat menyatakan yang kedua berdasarkan yang pertama. Cara berfikir secara logis sendiri terbagi dua, yaitu : induktif dan deduktif. Induktif merupakan suatu cara berfikir dimana ditarik suatu kesimpulan yang bersifat umum dari berbagai kasus yang bersifat individual. Sedangkan deduktif adalah suatu cara berfikir dimana dari pernyataan yang bersifat umum ditarik kesimpulan yang bersifat khusus. Penarikan kesimpulan secara deduktif ini menggunakan pola berpikir yang disebut silogisme. Silogisme itu terdiri atas dua buah pernyataan dan sebuah kesimpulan. Selanjutnya makalah ini akan membahas lebis rinci tentang silogisme.






















BAB II
PEMBAHASAN


Silogisme adalah suatu proses penarikan kesimpulan secara deduktif. Silogisme disusun dari dua proposisi atau premis (pernyataan) dan sebuah konklusi (kesimpulan). Dua premis yang dimaksud adalah premis mayor dan premis minor. Pengertian yang menjadi subyek (S) disebut term minor. Pengertian yang menjadi predikat disebut term mayor. Pengertian yang tidak terdapat dalam kesimpulan, tapi terdapat dalam kedua premis tersebut disebut term antara/pembanding (M).
Premis yang memuat term minor disebut premis minor.
Premis yang memuat term mayor disebut premis mayor.
Menurut Sudarsono (2008), ada dua bentuk silogisme, yaitu : silogisme katagoris dan silogisme hipotetis.
1. Silogisme Katagorik
Silogisme katagorik adalah silogisme yang semua proposisinya merupakan katagorik. Menurut Surajiyo (2008), silogisme katagorik berarti argumen yang terdiri atas tiga proposisi katagorik yang saling berkaitan, dua menjadi dasar penyimpulan (premis), satu menjadi menjadi kesimpulan yang ditarik (konklusi).
Contoh : Semua binatang makan
.............M......... ...P....
Sapi adalah binatang
..S.. ...............M.......
Jadi, sapi itu makan
..........S... .......P.....
Dari contoh tersebut term binatang adalah term antara/pembanding. Sapi adalah term minor. Makan adalah term mayor. Sehingga yang menjadi premis mayor adalah Semua binatang makan, dan yang menjadi premis minor adalah Sapi adalah binatang. Kesimpulannya adalah Sapi itu makan.
Menurut Sudarsono (2008) ada pada dasarnya ada 4 pola silogisme. Keempat pola dasar tersebut adalah sebagai berikut :

a. Silogisme Sub-pre.
Silogisme yang term pembandingnya (M) menjadi subyek dalam premis mayor dan menjadi predikat dalam premis minor. Rumus polanya adalah :
M P
S M
S P
Contoh : Semua tanaman membutuhkan air (premis mayor)
................M...... ........................P..
Akasia adalah tanaman (premis minor)
....S.... ...............M.....
Akasia membutuhkan air (konklusi)
....S.... ........................P..
(S = Subyek, P = Predikat, M = term pembanding)

b. Silogisme Bis-pre
Silogisme yang term pembandingnya (M) menjadi predikat dalam premis mayor dan premis minor. Rumus polanya :
P M
S M
S P
Contoh : air dibutuhkan oleh tanaman (premis mayor)
.P.. .............................M......
Akasia adalah tanaman (premis minor)
....S.... ...............M.....
Akasia membutuhkan air (konklusi)
....S.... ........................P..

c. Silogisme Bis-sub
Silogisme yang term pembandingnya (M) menjadi subyek dalam premis mayor dan premis minor. Rumus polanya :
M P
M S
S P
Contoh : Tanaman membutuhkan air (premis mayor)
.....M...... ........................P..
Tanaman adalah akasia (premis minor)
....M....... ..............S....
Akasia membutuhkan air (konklusi)
....S.... ........................P..

d. Silogisme Pre-sub
Silogisme yang term pembandingnya (M) menjadi predikat dalam premis mayor dan menjadi subyek dalam premis minor. Rumus polanya :
P M
M S
S P
Contoh : Air dibutuhkan oleh tanaman (premis mayor)
..P.. .................................P..
Tanaman adalah akasia (premis minor)
....M....... ..............S....
Akasia membutuhkan air (konklusi)
....S.... ........................P..

2. Silogisme Hipotetik
Menurut Sudarsono (2008), silogisme hipotetik adalah suatu silogisme yang premisnya berupa pernyataan bersyarat. Predikat diakui atau dimungkiri tentang subyek tidak secara mutlak, akan tetapi tergantung kepada suatu syarat.
Contoh : Bila mahasiswa turun ke jalanan, pihak penguasa akan gelisah
Pihak penguasa tidak gelisah
Jadi mahasiswa tidak turun ke jalanan

Menurut Sudarsono (2008), masalah silogisme erat kaitannya dengan kegiatan berpikir. Di dalam pemikiran perlu diperhatikan asas-asas baik yang primer maupun yang sekunder.
a. Asas-Asas Primer
Asas primer berlaku untuk segala sesuatu yang ada, termasuk logika. Asas-asas ini dibedakan menjadi :
1. Asas identitas (principium identitas)
Asas ini merupakan dasar dari semua pemikiran. Asas ini nampak dalam pengakuan bahwa benda ini adalah benda benda ini dan bukan benda lainnya, atau benda itu adalah benda itu dan bukan benda lainnya.
2. Asas kontradiksi (principium contradictionis)
Asas ini merupakan perumusan negatif dari asas identitas. Tidak boleh membatalkan atau memungkiri begitu saja sesuatu yang sudah diakui.
3. Asas penyisihan-kemungkinan yang ketiga (principium tertii exchlusi)
Asas ini menyatakan bahwa kemungkinan yang ketiga tidak ada. Artinya jika ada dua keputusan yang kontradiksi, pastilah salah satu diantaranya salah. Sebab, keputusan yang satu merobohkan lainnya.
4. Asas alasan yang mencukupi (principium rationis sufficientis)
Asas ini menyatakan bahwa sesuatu yang ada mempunyai alasan yang cukup untuk adanya
b. Asas-Asas Sekunder
Menurut Sudarsono (2008), asas-asas sekunder dapat dipandang dari sudut isinya dan dari sudut luasnya.
1. Dari sudut isinya terdapat :
- Asas kesesuaian (principium convenientiae)
Asas ini menyatakan bahwa ada dua hal yang sama. Salah satu diantaranya sama dengan hal yang ketiga. Dengan demikian hal yang lain itu juga sama dengan hal yang ketiga tadi. Misalnya : jika S = M, dan M = P, maka S = P.
- Asas ketidaksesuaian (principium inconvenientiae)
Asas ini juga menyatakan bahwa ada dua hal yang sama. Tetapi salah satu diantaranya tidak sama dengan hal yang ketiga. Dengan demikian hal yang lain itu juga tidak sama dengan yang ketiga tadi. Misalnya : jika A = B, tetapi B = C, maka A ≠ C.
2. Dari sudut luasnya, terdapat :
- Asas dikatakan tentang semua (principium dictum deomni)
Apa yang secara universal diterapkan pada seluruh lingkungan pengertian (subyek), juga boleh diterapkan pada semua bawahannya.
- Asas ini dikatakan tentang manapun juga (principium dictum de nullo)
Apa yang secara universal tidak dapat diterapkan pada suatu pengertian (subyek), juga tidak dapat diterapkan pada semua bawahannya.

Silogisme dalam Matematika
Ciri utama matematika adalah penalaran deduktif yaitu kebenaran suatu konsep atau pernyataan yang diperoleh sebagai akibat logis dari kebenaran sebelumnya sehingga kaitan antar konsep atau pernyataan dalam matematika bersifat konsisten. Dalam melakukan penemuan.
Nama ilmu deduktif diperoleh karena penyelesaian masalah-masalah yang dihadapi tidak didasari atas pengalaman seperti halnya yang terdapat didalam ilmu-ilmu empirik, melainkan didasarkan atas deduksi (penjabaran).
Secara deduktif dengan menggunakan silogisme, matematika menemukan pengetahuan yang baru berdasarkan premis-premis tertentu, walaupun pengetahuan yang ditemukan ini sebenarnya bukanlah konsekuensi dari pernyataan-pernyataan ilmiah yang kita telah temukan sebelumnya. Dari beberapa premis yang kita telah ketahui, kebenarannya dapat diketemukan pengetahuan-pengetahuan lainnya yang memperkaya perbendaharaan ilmiah kita.
Karena matematika merupakan proses berpikir deduktif dengan menggunakan silogisme, hal ini juga terlihat pada model pembelajaran yang dilakukan oleh guru di dalam kelas. Langkah-langkah yang dapat dilakukan adalah :
Memilih konsep, prinsip, aturan yang akan disajikan dengan pendekatan deduktif (pendekatan pengajaran yang bermula dengan menyajikan aturan, prinsip umum diikuti dengan contoh-contoh khusus).
Menyajikan aturan, prinsip yang bersifat sifat umum lengkap dengan defenisi dan buktinya.
Disajikan contoh-contoh khususnagar siswa dapat menyusun hubungan antara keadaan khusus itu dengan aturan, prinsip umum.
Disajikan bukti-bukti untuk menunjang atau menolak kesimpulan bahwa keadaan khusus itu merupakan gambaran dari keadaan umum.








BAB III
PENUTUP

Ciri utama matematika adalah berpikir deduktif yaitu kebenaran suatu konsep atau pernyataan yang diperoleh sebagai akibat logis dari kebenaran sebelumnya sehingga kaitan antar konsep atau pernyataan dalam matematika bersifat konsisten. Oleh karena itu silogisme juga tidak dapat dipisahkan dari matematika. Karena silogisme itu sendiri merupakan bagian dari berpikir deduktif.
Secara deduktif dengan menggunakan silogisme, matematika menemukan pengetahuan yang baru berdasarkan premis-premis tertentu, walaupun pengetahuan yang ditemukan ini sebenarnya bukanlah konsekuensi dari pernyataan-pernyataan ilmiah yang kita telah temukan sebelumnya. Dari beberapa premis yang kita telah ketahui, kebenarannya dapat diketemukan pengetahuan-pengetahuan lainnya yang memperkaya perbendaharaan ilmiah kita.









DAFTAR PUSTAKA

Surajiyo. 2008. Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia. Jakarta : Bumi Aksara
Sudarsono. 2008. Ilmu Filsafat Suatu Pengantar. Jakarta : Rineka Cipta.
http://dossuwanda.wordpress.com./artikel/silogisme-dan-generalisasi-kajian-tugas-makalah/



METODE INKUIRI

METODE INKUIRI
Metode inkuiri adalah metode yang sangat mirip dengan metode penemuan. Yang berbeda adalah pada metode inkuiri sesuatu yang baru dari hasil penemuan siswa bisa juga merupakan hal yang baru bagi guru. Selain itu pada metode inkuiri selain menjadi pembimbing, guru juga sebagai sumber informasi data yang diperlukan dalam membuat hipotesis. Faturraohman dan Sutikno (2007) menyatakan, inkuiri dilatarbelakangi oleh anggapan seorang pendidik bahwa siswa merupakan subjek dan objek yang telah memiliki ilmu pengetahuan. Dalam pendekatan ini guru berfungsi sebagai supervisor, fasilisator, mediator, dan komentator. Menurut Siroj (2006), metode pembelajaran dengan inkuiri terdiri dari empat tahap, yaitu :
1. Guru merangsang siswa dengan pertanyaan, masalah, permainan, teka-teki, dan lain-lain.
2. Sebagai jawaban atas rangsangan yang diterimanya, siswa menentukan prosedur mencari dan mengumpulkan informasi atau data yang diperlukannya untuk memecahkan pertanyaan atau masalah. Siswa bekerja sendiri-sendiri atau berkelompok.
3. Siswa menghayati tentang pengetahuan yang diperolehnya dengan inkuiri yang baru dilaksanakan.
4. Siswa menganalisis metode inkuiri dan prosedur yang ditemukan untuk dijadikan metode umum yang dapat diterapkannya ke situasi lain.
Sedangkan menurut Faturrohman dan Sutikno (2007), secara garis besar prosedur metode inkuiri adalah :
1. Simulation. Guru mulai bertanya dengan mengajukan persoalan, atau menyuruh anak didik membaca atau mendengarkan uraian yang memuat permasalahan.
2. Problem statement. Anak didik diberi kesempatan mengidentifikasi berbagai permasalahan. Sebagian besar memilihnya yang dipandang paling menarik dan fleksibel untuk dipecahkan. Permasalahan yang dipilih itu selanjutnya harus dirumuskan dalam bentuk pertanyaan, atau hipotesis, yakni pertanyaan sebagai jawaban sementara atas pertanyaan yang diajukan.
3. Data collection. Untuk menjawab pertanyaan atau membuktikan benar tidaknya hipotesis ini, anak didik diberi kesempatan untuk mengumpulkan berbagai informasi yang relevan, membaca literatur, mengamati objek, wawancara dengan nara sumber,melakukan uji coba sendiri, dan sebagainya.
4. Data processing. Semua informasi hasil bacaan, wawancara, observasi, dan sebagainya, semua diolah, diacak,diklasifikasikan, ditabulasi, bahkan bila perlu dihitung dengan cara tertentu serta ditafsirkan pada tingkat kepercayaan tertentu.
5. Verfication, atau pembuktian. Berdasarkan hasil pengolahan dan tafsiran, atau informasi yang ada, pertanyaan atau hipotesis yang telah dirumuskan terdahulu itu kemudian dicek apakah terjawab atau tidak, atau apakah terbukti atau tidak.
6. Generalization. Berdasarkan hasil verifikasi tadi, anak didik belajar menarik kesimpulan.
Namun metode inkuiri memiliki kelemahan, yaitu memakan waktu yang cukup banyak, dan kalau kurang terpimpin atau kurang terarah dapat menjurus kepada kekacauan dan kekaburan atas materi yang dipelajari.
Langkah-langkah dalam proses inkuiri :
1. Pemberian masalah kepada siswa
2. Hipotesis (spesifikasi permasalahan)
3. Pengumpulan data
4. Pengolahan data untuk menjawab hipotesis yang dibuat
5. Pembuatan kesimpulan

METODE PENEMUAN

Pada metode penemuan, siswa diberi kesempatan untuk menemukan sendiri inti materi yang sedang dipelajari. Namun penemuan yang dimaksud bukan penemuan yang sebenarnya, sebab apa yang akan ditemukan itu sudah ditemukan oleh orang lain.
Di dalam merencanakan pembelajaran dengan penemuan perlu diperhatikan hal-hal berikut :
1. Pikirkan secara mantap, apa yang akan ditemukan siswa
2. Hasil (bentuk) akhir harus ditemukan sendiri oleh siswa
3. Pengetahuan prasyarat harus sudah dimiliki siswa
4. Guru hanya bertindak sebagai pengarah dan pembimbing saja, bukan sebagai pemberi informasi
Beberapa kelebihan metode penemuan, yaitu :
1. Siswa aktif dalam kegiatan belajar
2. Pengetahuan yang diperoleh lebih dipahami dan lebih lama diingat
3. Siswa mendapatkan kepuasan
4. Pengetahuan yang diperoleh lebih mudah ditransfer ke berbagai konteks
5. Melatih siswa untuk belajar mandiri
Beberapa kekurangan metode penemuan, yaitu :
1. Banyak menyita waktu
2. Tidak menjamin siswa tetap bersemangat untuk melakukan penemuan
3. Tidak semua guru mampu atau mau mengajar dengan metode penemuan
4. Tidak semua siswa mampu melakukan penemuan
5. Untuk kelas dengan jumlah siswa yang banyak, akan sangat merepotkan guru

PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH

Suatu persoalan atau tugas matematika akan merupakan masalah bagi siswa apabila memnuhi kondisi-kondisi :
1. Siswa belum memiliki prosedur tertentu untuk memcahkan persoalan tersebut
2. Siswa mampu memecahkannya, terlepas dari apakah pada akhirnya siswa sampai atau tidak pada jawaban yang benar
3. Siswa berkeinginan untuk memecahkan persoalan tersebut
Permasalahan dalam matematika dapat digolongkan dalam tiga kategori yaitu :
1. Masalah tertutup, memiliki satu jawaban benar dan satu cara untuk mendapatkannya
2. Masalah semi terbuka, memiliki satu jawaban yang benar tetapi ada banyak cara untuk mendapatkannya
3. Permasalahan terbuka, memiliki banyak jawaban yang benar dan ada banyak cara untuk mendapatkannya
Secara garis besar ada lima tahap kegiatan pembelajaran berbasis masalah, yaitu :
Tahap 1. Orientasi siswa kepada masalah
Tahap 2. Mengorganisasi siswa untuk memahami masalah
Tahap 3. Membimbing penyelidikan dan merencanakan penyelesaian
Tahap 4. Melaksanakan rencana penyelesaian dan mengecek kembali hasil penyelesaian
Tahap 5. Diskusi kelas untuk membahas hasil penyelesaian

PEMBELAJARAN BERBASIS KONTEKS (CTL)
Kata kontekstual (contextual) berasal dari kata context yang berarti ”hubungan, konteks, suasana dan keadaan (konteks)”. Sehingga Contextual teaching and Learning (CTL) dapat diartikan sebagai suatu pembelajaran yang berhubungan dengan suasana tertentu. Secara umum contextual mengandung arti : yang berkenan, relevan, ada hubungan atau kaitan langsung, mengikuti konteks; yang membawa maksud, makna, dan kepentingan.
Menurut Depdiknas (2003 : 5) ”Kontekstual (Contextual Teaching and Learning) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan perencanaan dalam kehidupan mereka sehari-hari”.
Pendekatan CTL diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalaminya. Dalam konteks itu, siswa perlu mengerti apa makna belajar, apa manfaatnya, dalam status apa mereka, dan bagaimana mencapainya. Mereka sadar bahwa yang mereka pelajari berguna bagi kehidupannya nanti. Dalam kelas kontekstual, guru berusaha membantu siswa mencapai tujuan. Maksudnya guru lebih bannyak berurusan dengan strategi daripada memberi informasi. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan sendiri ide-ide dan mengajak siswa agar dengan menyadari dan dengan sadar menggunakan strategi-strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru dapat memberi siswa tangga yang dapat membantu siswa mencapai tingkat pemahaman yang lebih tinggi, namun harus diupayakan agar siswa sendiri yang memanjat tangga tersebut (Depdiknas,2002 : 4).
CTL adalah suatu strategi pembelajaran yang menekankan pada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka.
1. Dari konsep diatas terdapat tiga hal yang harus kita pahami :CTL menekankan kepada proses keterlibatan siswa untuk menemukan materi, artinya proses belajar dioryentasikan pada proses pengalaman secara langsung.CTL mendorong agar siswa dapat menemukan hubungan antara materi yang dipelajari dengan situasi kehidupan nyara, artinya siswa dituntut untuk dapat menagkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata. Hal ini sangat penting, sebab dengan dapat mengorelasikan materi yang ditemukan dengan kehidupan nyata, bukan saja bagi siswa materi itu akan berfungsi secara fungsional, akan tetapi materi yang dipelajarinya akan tertanam erat dalam memori siswa, sihingga tidak akan mudah dilupakan.
2. CTL mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan, artinya CRL bukan hannya mengharapkan siswa dapat memahami materi yang dipelajarinya, akan tetapi bagaimana materi pelajaran itu dapat mewarnai perilakunya dalam kehidupan sehari-hari.
Sehubungan dengan hal itu, Terdapat beberapa karakteristik dalam proses pembelajaran yang menggunakan pendekatan CTL yakni :
1. Kerjasama
2. Saling menunjang
3. Menyenangkan, tidak membosankan
4. Belajar dengan bergairah
5. Pembelajaran terintegrasi
6. Menggunakan berbagai sumber
7. Siswa aktif
8. Sharing dengan teman
9. Siswa kritis guru kreatif
10. Dinding dan lorong-lorong penuh dengan hasil kerja siswa, peta-peta, gambar, artikel, humor dan lain-lain.
11. Laporan kepada orang tua bukan hanya rapor tetapi hasil karya siswa, laporan hasil praktikum, karangan siswa dan lain-lain.



Daftar Pustaka :
Faturrahman Pupuh dan Sutikno M. Sobry, Strategi Belajar Mengajar Melalui Konsep Umum dan Konsep Islam, Refika Aditama, Bandung,2007